Rabu, 03 April 2013

Tinjauan Redaksi dan Hubungan Ayat



Secara redaksional, dalam ayat tersebut disebutkan bahwa untuk orang-orang Yahudi ditunjuk dengan redaksi lan, sedangkan untuk orang Nasrani dengan kata .  Menurut para pakar bahasa Al-Qur’an, kata lan digunakan untuk menafikan sesuatu di masa datang, dan penafian tersebut lebih kuat daripada yang digunakan untuk menafikan sesuatu tanpa mengisyaratkan masa penafian tersebut, sehingga boleh saja ia terbatas untuk masa lampau, kini, atau masa datang.3[1]
                                   
                Di sisi lain, ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa selama seseorang itu al-Yahûdi (Yahudi) bukan alladzîna hâdû atau ahl al-Kitâb, maka pasti tidak akan rela terhadap umat Islam hingga umat Islam mengikuti agama/ tata cara mereka, dalam arti menyetujui sikap dan tindakan serta arah yang mereka tuju.  Mengapa perlu penjelasan kalimat terakhir ini? Karena ada sementara orang yang berpendapat bahwa orang-orang Yahudi tidak akan pernah rela sampai umat Islam memeluk atau masuk ke dalam agama Yahudi.  Pandangan seperti ini jelas keliru karena bertolak belakang dengan doktrin dan realitas orang-orang Yahudi yang bersikap eksklusif dalam arti tidak mau ada orang lain yang masuk agama Yahudi.  Maka dapat juga disimpulkan bahwa agama Yahudi bukanlah agama misi dalam arti pemeluknya harus mendakwahkan kepada oran lain agar memeluk agama Yahudi.  Mengapa mereka bersikap demikian?
               
                Menurut para ahli perbandingan agama, dalam kacamata  Yahudi manusia dibagi menjadi dua:
1.       Yahudi
2.       Joyeem atau Ummiyin, yaitu orang-orang non-Yahudi (kafir menurut mereka)
Orang Yahudi adalah umat Tuhan yang terpilih.  Mereka itu adalah anak-anak Tuhan yang sangar dicintai-Nya.  Jiwa-jiwa mereka dicipta dari jiwa Tuhan, dan asal-usul mereka sama dengan asal-usul Tuhan, hanya mereka saja anak-anak Tuhan yang suci murni dan Tuhan telah mengaruniakan mereka dalam perspektif kemanusiaan sebagai penghormatan terhadap mereka.4[2]
                Adapun kelompok Joyeem atau non-Yahudi diciptakan dari asal-usul setan dan tujuan penciptaan ini adalah agar mereka berkhidmat kepada kaum Yahudi, mereka tidak dikaruniakan bentuk dan rupa kemanusiaan agar mereka menjadi pengikut bangsa Yahudi sebagai bentuk penghormatan Tuhan kepada mereka.  Oleh karena itu, sudah menjadi hak bagi kaum Yahudi untuk memperlakukan terhadap mereka sebagai binatang atau bahkan lebih.  Maka, atas kelompok non-Yahudi, orang Yahudi boleh melakukan apa saja termasuk menipu, memperkosa perempuannya, merampas harta mereka, dan lain-lain.  Inilah yang diisyaratkan dalam QS. Ali ‘Imrân [3]: 75.

Berdasar pada penjelasan di atas, mustahil kalau oirang-orang Yahudi membiarkan orang lain masuk ke dalam agama mereka apaalagi mengajaknya dengan misi Yahudinisasi.  Yang paling mungkin adalah orang non-Yahudi harus tunduk mengikuti aturan mereka.  Itu pun seperti yang tesirat dalam penggunaanredaksi dalam ayat di atas tidak semua Yahudi.

Ini berbeda dengan orang-orang Nasrani, penafian Al-Qur’an terhadap an-Nashârâ yang dalam ayat di atas menggunakan kata tidak setegas penafiannya terhadap al-Yahûd, boleh jadi tidak semua bersikap demikian.  Atau boleh jadi juga sekarang dan masa lalu, teteapi masa datang tidak lagi.  Dan yang jelas secara doktrin dan realitas agama Nasrani termasuk agama misi dalam arti menyuruh kepada pemeluknya agar menyampaikan, mengajak, dan kalau perlu dengan segala cara agar seluruh manusia masuk ke dalam agama Nasrani.

Dari penjelasan di atas tampak jelas secara redaksional menyamakan mereka sungguh tidak tepat , yang terjadi justru sebaiknya bahwa kedua komunitas tersebut adalah sangat berbeda termasuk sikap mereka terhadap umat Islam.  Bagaimana dengan konteks ayat atau munâsabah ayat di atas?

Ayat tersebut terletak di antara ayat-ayat yang berbicara tentang Bani Israil, yaitu seperti yang juga telah di singgung di atas, mulai dari ayat 40 sampai kira-kira ayat 146.  Ayat sebelumnya, khusunya ayat 116 dan 118, berisi penjelasan tentang kesesatan kaum Bani Israil.  Maka, sungguh sangat wajar jikalau dalam ayat 120 ini memberi informasi penegasan bahwa perilaku buruk mereka yang lain di antaranya adalah tidak rela sebelum Nabi Muhammad saw. beserta umat Islam tunduk kepada aturan hidup mereka.  Dan, yang juga harus diberi catatan adalah khususnya untuk golongan an-Nashârâ yang penafiannya tidak merujuk waktu tertentu (), maka yang bersikap demikian adalah boleh jadi golongan Nasrani yang hidup pada masa RAsulullah saw.

Pemahaman tersebut akan menjadi lebih jelas apabila dikaitkan dengan ayat sesudahnya, 121 yang dalam ayat tersebut berisi penjelasan tentang sikap sementara kelompok Bani Israil yang dalam redaksi ayat tersebut diungkap dengan “orang-orang yang telah Kami beri al-Kitab” yang dipuji oleh Al-Qur’an dengan pernyataannya “mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya”.  yang berarti ada di antara kelompok tersebut yaitu diberikan oleh Allah swt. Al- Kitab, yaitu Taurat dan Injil yang baik, dalam arti mereka mengikuti tuntunan yang terdapat dalam Kitab-Kitab tersebut secara baik dan sempurna serta sesuai dengan apa yang diturunkan Allah swt.

Memahami kedua kelompok tersebut secara sama dengan sikap menggeneralisir khususnya dalam hal hubungannya dengan umat Islam sekali lagi sungguh kurang tepat.  Bagaimana dengan pendapat para mufasir tentang ayat tersebut?


[1] Az-Zarkasyi, al-Burhân Fî ‘Ulûm al-Qur’ân, juz IV, h. 351 dan 387.
4 Ahmad Syalabi, Muqâranât al-Adyân: al-Yahûdiyyah, h. 242.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar