Kamis, 11 April 2013

Aplikasi Nahi Munkar


Kemungkaran bisa terjadi di mana saja terutama apabila ada peluang dan ada potensi pada individu untuk melakukannya. Kemungkaran tidak dapat dihapuskan sama sekali di muka bumi karena hal itu menjadi bagian dari ujian keimanan bagi umat manusia. Bagi setiap individu Muslim, wajib hukumnya mencegah timbulnya atau berlanjutnya sebuah kemungkaran. Istilah nahi munkar mengandung dua pengertian. Pertama, berupaya agar tidak muncul kemungkaran dengan menutup rapat potensi-potensi yang memungkinkan terjadinya kemungkaran itu. Kedua, apabila sudah terjadi maka ada dua kemungkinan yang harus dilakukan, yaitu menghentikan atau mengubahnya dengan hal lain yang makruf. Dalam bahasa 'Athiyah ibn Muhammad Salim;
…………………………………………………………………………………………………………….[1]
"Mengubah kemungkaran dapat dilakukan dengan dua cara, bisa dengan menghentikan, dan bisa pula dengan menggantinya dengan sesuatu yang makruf."
Makna kedua inilah yang akan dibahas terinci dalam tulisan ini karena sering disalahpahmi oleh sementara orang. Istilah yang digunakan merujuk pada Hadits yang disebut pada awal tulisan ini adalah "taghyirul munkar" dengan dua makna: menghentikan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang lain yang makruf. Sebagian ulama memahami bahwa pada taghyirul munkar itu sejatinya juga terkandung makna mencegah potensi terjadinya kemungkaran, yaitu mengubah sesuatu yang berpotensi menjadi tidak berpotensi pada kemungkaran, sehingga pemahaman ini tak membedakan antara taghyirul munkar dengan istilah nahi munkar, keduanya sama. Yang mana pun dipilih, substansinya adalah bagaimana mencegah terjadinya kemungkaran itu dan bila terjadi bagaimana menghentikannya sehingga tidak berlanjut atau semakin berkembang, dengan berbagai cara dan kemampuan yang dimiliki.
Ketentuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan nahi munkar (taghyirul munkar) adalah:[2]
1.      Didasari oleh iman yang sungguh-sungguh dalam rangka memperoleh ridha Allah, bukan karena tujuan lain semisal interes pribadi, faktor etnis, kelompok, dan sebagainya.
2.      Sesuai dengan petunjuk al-Qur'an dan as-Sunnah, karena setiap amal saleh harus berlandaskan pada niat yang ikhlas dan sesuai dengan petunjuk kedua sumber itu.
3.      Menggunakan cara yang bertingkat-tingkat sesuai dengan intensitas kemungkaran itu dengan tetap mendahulukan hikmah, kasih sayang dan lemah lembut. Banyak sekali contoh yang ditunjukkan Rasulullah saw. dalam hal ini, misalnya bagaimana perlakuan beliau terhadap seseorang yang kencing di sudut masjid karena ketidaktahuannya. Di sisi lain, beliau juga tegas dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu, seperti ucapan dan tindakannya dalam penegakan hukum pada kasus pencurian, beliau berdiri dan berkhotbah, penggalannya sebagai berikut:
"Adapun sesudahnya, sungguh telah hancur umat manusia sebelum kamu karena mereka (tidak menegakkan hukum dengan adil), apabila yang mencuri para pembesarnya maka hukum diabaikan, tetapi apabila yang melakukannya orang kecil dan lemah hukum dijalankan. Demi Allah yang jiwa Muhammad ditangan-Nya, andaikata Fatimah anaknya Muhammdd yang mencuri pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Persoalan yang sering muncul adalah ketika pemaknaan nahi munkar (taghyirul munkar) dimaknai atau diidentikkan dengan pedang, pentungan, senjata api, dan semacamnya. Padahal, seperti dikatakan oleh Dr. Mahmud Taufiq, mengubah atau mencegah kemungkaran bukanlah dengan demonstrasi unjuk kekuatan dengan membawa pedang, pentungan, dan senjata lainnya, tetapi dapat dilakukan dengan berbagai cara lain dan bentuk-bentuk yang elegan.[3]  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan tingkatan atau cara melakukan aktivitas nahi munkar (taghyirul munkar) dengan tangan (kekuasaan), ucapan (nasihat), dan dengan hati.
Pencegahan dengan tangan yang menjadi wilayah orang yang memiliki kekuasaan seperti pemerintah kepada rakyatnya, atasan kepada bawahannya, guru kepada muridnya, orang tua kepada anaknya, dan seterusnya dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda:

a.      ayah kepada anaknya atau suami kepada istrinya cukup langsung dilakukan pencegahan saat ia mengetahui kemungkaran itu terjadi dan membuanj atau menjauhkan instrumen yang dijadikan alat perbuatan mungkar jika ada.
b.      Wilayah publik, yaitu wilayah yang melibatkan orang banyak yang mungkin berlatar belakang berbeda-beda maka pendekatannya pun hams berbeda bergantung pada banyak hal, misalnya kewajiban pencegahan ada pada yang memiliki otoritas secara beijenjang, intensitas dampak bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat, tingkat pengetahuan kedua pihak (yang berbuat mungkar dan yang mencegahnya), termasuk efek yang mungkin timbul akibat dari pencegahan itu.
Aktivitas nahi munkar (taghyirul munkar) dengan lisan atau ucapan (ada yang memasukkan, tulisan) merupakan tingkat kedua di bawah pencegahan dengan kekuasaan. Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam kategori pencegahan dengan lisan, antara lain:[4]
1.      Menyampaikan, mengusulkan, mendesak kepada pihak berwenang (orang yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam wilayah tertentu) untuk menghentikan atau mengubah kemungkaran dengan tangan (kekuasaan) yang dimilikinya.
2.      Mengingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh kemungkaran itu dengan misalnya membacakan ayat-ayat tentang azab Allah.
3.      Menyebarkan sebab-sebab potensial yang dapat menimbulkan kemungkaran, termasuk akibatnya dalam kehidupan masyarakat, dan cara-cara memelihara diri dari hal itu, baik dalam bentuk verbal maupun tulisan (grafiti).
4.      Menceritakan sejarah timbuinya Kerusakan yang terjadi di bumi akibat orang-orang yang berbuat kemungkaran dengan harapan tidak diulangi peristiwa itu.
5.      Mendoakan pelaku munkar agar mendapatkan hidayah, kembali ke jalan yang benar, agar masyarakat terselamatkan.
Sementara itu, melakukan aktivitas nahi munkar (taghyirul munkar) dengan hati (qalbu) lebih bermakna sebagai ketidaksukaan terhadap perbuatan munkar, bukan pencegahan dalam arti sebenarnya, karena tak ada tindakan atau ucapan yang menjadi indikator pencegahan. Akan tetapi, hal ini penting untuk memberi koridor bagi orang yang tak mampu melakukan pencegahan munkar dengan tangan dan lisannya. Dengan demikian, tidak ada seorang Muslim pun yang tidak mampu melakukan pencegahan kemungkaran, walaupun hanya dengan hati, karena ketidakmampuannya dengan cara lain. Bagaimana caranya? Paling minim adalah adanya terbetik dalam hati (kata hati) bahwa perbuatan munkar yang dilihatnya adalah perbuatan buruk, perbuatan yang tak pantas dilakukan oleh orang beriman. Lebih baik jika dia menunjukkan ketidaksenangan dalam hatinya lalu diekspresikan pada raut muka terhadap perbuatan munkar yang disaksikannya termasuk pada pelakunya. Walldhu Alain [darwis hude].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar