Tampilkan postingan dengan label kejahatan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kejahatan. Tampilkan semua postingan

Senin, 27 Mei 2013

Sikap Ekstrem Dalam Bentuk Mengafirkan Umat Islam yang Berbuat Maksiat



Allah Swt berfirman,
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) "umat moderat(Qs. Al-Baqarah [2]: 145).
Allah telah memuji umat ini dengan sifat tersebut, yakni umat pertengahan atau moderat. Pertengahan Islam adalah pertengahan antara dua keburukan, antara berlebihan dan ketidakpedulian. Kedua-duanya buruk. Setiap muslim wajib ada dalam pertengahan dalam setiap perbuatan dan ucapannya. Hendaknya ia berjalan di atas petunjuk Nabi Saw dan petunjuk Nabi Saw itu sendiri adalah pertengahan. Beliau telah menunjukkan segala hal yang baik dan memerintahkan kita dengannya dan menunjukkan segala hal yang buruk dan mencegah kita darinya.
Karena kasus pengkafiran kaum muslimin telah menjadi fenomena yang mana sekelompok pemuda telah terjatuh di dalam pengkafiran ini karena bodoh atau menuruti hawa nafsu, maka kita wajib menjelaskan bahaya fenomena ini dan ini merupakan bagian dari fenomena ekstremisme dalam beragama dan sikap yang keras dalam menghukumi manusia tanpa dasar.
Pembahasan di sini berkisar tentang kelompok kecil yang menisbatkan diri kepada pergerakan Islam, padahal pergerakan Islam tidak ada kaitan apa pun dengannya. Mereka berlebih-lebihan dan bersikap keras tanpa dasar yang benar dalam menghukumi manusia. Mereka menganggap orang muslim keluar dari agama Islam dan menghukuminya dengan kafir karena berdasarkan syubhat, hawa nafsu, atau taklid dengan orang yang sesat dan menyesatkan atau sebab-sebab lain.
Sebelum membahas pemikiran-pemikiran mereka yang teracuni dan membantahnya, kami menjelaskan bahaya menghukumi orang Islam dengan kafir, bahaya mudah mengkafirkan manusia dan bahaya orang yang tidak ahli lalu menempati posisi hakim dan mufti sehingga mengkafirkan orang yang dikehendaki dan menganggap Islam orang yang dikehendakinya.
Imam Ghazali mengatakan, “Wasiat saya, hendaknya kamu menjaga lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin selama mereka mengucapkan, ‘Tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah,’ tanpa membatalkannya. Sesungguhnya pengkafiran itu berbahaya dan diam tidak ada bahaya.”[1]
Syaikh Yusuf Qardhawi mengatakan, “Sikap ekstrem ini mencapai puncaknya ketika sudah menganggap darah dan harta orang lain halal, tidak melihat mereka mempunyai kehormatan dan perjanjian. Hal ini terjadi ketika seseorang terjerumus dalam gelombang pengkafiran dan menuduh manusia telah murtad dari lslam atau tidak masuk Islam sama sekali, sebagaimana tuduhan sebagian mereka.”


[1] Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Faishal At-Tafriqah, 1/14-15, Kairo, 1907 yang dinukil Dr. Muhammad Imarah.

Rabu, 22 Mei 2013

Contoh Beberapa Kasus Tindakan Nahi Mungkar yang Berlebihan




Kedua penulis menerangkan bahwa bab ini ditulis tidak untuk menghentikan penegakan nahi mungkar. Penulis hanya ingin memastikan agar penegakan nahi mungkar tidak terkesan berlebihan. Bagaimanapun, amar makruf nahi mungkar merupakan kewajiban bersama. (hal 161)

Contoh 1
Menghentikan dua orang, satu laki-laki dan satu perempuan, di tengah jalan, hanya karena menyangka keduanya bukan mahram.
Hal ini tidak diperbolehan karena masuk dalam perbuatan berprasangka buruk yang sudah sudah jelas dilarang. Al-Mawardi dalam Al-Ahkam As-Sulthaniyyah yang disetujui pula oleh Abu Ya’la mengatakan, “Jika seseorang melihat seorang laki-laki tengah berjalan dengan seorang perempuan, sedangkan tidak jelas keduanya mahram atau bukan, maka ia tidak boleh menghentikan apalagi mengganggu keduanya.”

Contoh 2
Menghentikan para seniman yang dalam perjalanan pulang dari pesta-pesta hiburan foya-foya dan menghancurkan alat-alat seni mereka.
Nahi mungkar harus dilakukan atas kemungkaran yang sedang berlangsung. Karena itu, menghancurkan alat-alat seni di tengah jalan tidak boleh dilakukan karena tidak terbukti sedang digunakan untuk kemungkaran. Hukuman atas pelaku kemungkaran, termasuk jika harus merusak alat-alat tertentu, merupakan kewenangan hakim (pemerintah). Itu pun setelah dilakukan penyelidikan mendalam dan sudah mendapatkan vonis yang jelas. Pegiat amar makruf nahi mungkar tidak memiliki kewenangan apa pun dalam hal ini, apalagi sampai memukul para pembawa alat-alat seni tersebut yang mungkin tidak tahu-menahu.

Contoh 3
Seseorang menyangka ada perzinaan di dalam suatu rumah, lalu ia pun memanggil-manggil orang lain untuk menggerebek rumah tersebut dan memukul orang yang ada di dalamnya.
Penggerebekan semacam ini tidak diperbolehkan karena mengandung banyak unsur pelanggaran aturan. Di antaranya (1) memercayai begitu saja seseorang yang sendirian dan tidak dikenal, (2) mencari-cari dan memata-matai kemungkaran, (3) menggerebek kemungkaran yang dilakukan di dalam rumah yang tengah tertutup, serta (4) memukul orang lain yang  merupakan kewenangan pemerintah.

Contoh 4
Memukul orang yang tengah terlihat mabuk di tengah jalan.
Hal ini tidak diperbolehkan karena beberapa hal: (1) orang mabuk itu sedang tidak melakukan kemungkaran; mungkin dia sebelumnya meminum khamar, tetapi toh sudah selesai melakukan kemungkarannya, (2) memukul orang lain. Kalaupun peminum khamar harus dihukum dengan dipukul maka pemukulan itu adalah kewenangan pemerintah, bukan masyarakat umum.

Contoh 5
Membakar toko yang menjual VCD porno.
Hal ini tidak diperbolehkan karena bisa jadi toko tersebut juga menjual VCD lain yang tidak melanggar aturan. Nahi mungkar memang harus dilakukan, tetapi tidak boleh sampai merusak sesuatu yang tidak mungkar. Lagi pula, pelaku pembakaran belum tentu sudah melewati tingkatan-tingkatan yang sudah dijelaskan tadi di atas.

Contoh 6
Adanya beberapa pemuda yang menyiramkan air mendidih ke wajah perempuan yang bersolek karena dianggap berlaku mungkar.
Hal ini merupakan salah satu tindakan yang jauh dari aturan karena pemuda-pemuda tersebut sama sekali tidak memiliki kewenangan menjatuhkan hukuman. Hukuman hanya bisa dijatuhkan oleh pemerintah melalui kehakiman.

Contoh 7
Memaksakan pendapat sendiri atas permasalahan yang masih menjadi bahan perbedaan pendapat di antara para ulama, lalu menghardik atau berteriak atau malah bertengkar dengan orang lain yang pendapatnya berbeda. Bahkan hal itu dilakukan di dalam masjid. Seperti soal melafalkan niat sebelum shalat, membaca doa qunut saat shalat subuh, dan berzikir dengan suara keras usai shalat berjamaah.
Hardikan, teriakan, atau pertengkaran seperti itu justru dapat menimbulkan kemungkaran yang lebih besar daripada kemungkaran yang ada yang ia sangka, di antaranya sebagai berikut.
  1. Permasalahan tersebut merupakan masalah khilafiyah yang sama sekali tidak menjadi domain tindakan amar makruf nahi mungkar.
  2. Tindakan nahi mungkar didasarkan pada pendapat sendiri dan justru menimbulkan kemungkaran lain yang lebih besar menurut pendapat kebanyakan orang.
  3. Menjatuhkan wibawa masjid dan mengganggu kaum muslimin lain yang ada di dalamnya.

Contoh 8
Merusak alat-alat musik dan memukul para tamu undangan dalam pesta pernikahan.
Tindakan itu merupakan kemungkaran yang justru lebih mungkar dari kemungkaran yang sudah ada. Jika hal itu dilakukan maka tidak ada lagi rasa aman dan tenteram dalam masyarakat. Karena itu, tindakan ini bisa dikategorikan melawan pemerintah yang sah.

Contoh 9
Menghancurkan televisi di rumah karena dianggap mendatangkan kemungkaran.
Hal ini melawan aturan dalam beberapa hal, di antaranya sebagai berikut:
  1. Televisi merupakan alat yang netral, mengandung sisi positif dan sisi negatif. Menganggap televisi sebagai pembawa sisi negatif belaka sama sekali tidak dibenarkan karena televisi juga mengandung banyak hal yang bermanfaat.
  2. Menghancurkan televisi di rumah berarti melawan orang tua dan mengganggu anggota keluarga lain yang mungkin membutuhkan televisi. Allah Swt justru memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, bukan malah melawan keduanya.

Contoh 10
Beberapa pemuda berkumpul lalu berjalan bersama-sama melakukan sweeping di taman, pasar, atau tempat lain untuk mencari-cari kemungkaran dan menanggulanginya.
Kegiatan seperti ini jauh dari kebenaran, justru melanggar beberapa aturan. Di antaranya bahwa kemungkaran yang harus diberantas adalah kemungkaran yang jelas ada di depan mata, bukan dicari-cari dari karena tersembunyi. Mengumpulkan banyak orang dan mengangkat senjata untuk memberantas kemungkaran juga tidak diperkenankan oleh para ulama karena justru dapat menimbulkan fitnah dan huru-hara.

Kedua penulis menutup buku ini dengan mengatakan bahwa penting bagi pegiat amar makruf nahi mungkar untuk memerhatikan saran-saran yang ada dalam buku ini. Hal itu agar kegiatan amar makruf nahi mungkar terlihat ramah, lembut, dan penuh kasih sayang serta jauh dari kesan kasar, keras, dan garang. Dengan begitu, pegiat amar makruf nahi mungkar dapat memosisikan diri sebagai aggota masyarakat yang mencintai dan dicintai seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan amar makruf nahi mungkar harus menjadi kilauan cahaya hidayah, bukan menjadi kilatan pedang pasukan perang. (hal. 127)

Kamis, 11 April 2013

Aplikasi Nahi Munkar


Kemungkaran bisa terjadi di mana saja terutama apabila ada peluang dan ada potensi pada individu untuk melakukannya. Kemungkaran tidak dapat dihapuskan sama sekali di muka bumi karena hal itu menjadi bagian dari ujian keimanan bagi umat manusia. Bagi setiap individu Muslim, wajib hukumnya mencegah timbulnya atau berlanjutnya sebuah kemungkaran. Istilah nahi munkar mengandung dua pengertian. Pertama, berupaya agar tidak muncul kemungkaran dengan menutup rapat potensi-potensi yang memungkinkan terjadinya kemungkaran itu. Kedua, apabila sudah terjadi maka ada dua kemungkinan yang harus dilakukan, yaitu menghentikan atau mengubahnya dengan hal lain yang makruf. Dalam bahasa 'Athiyah ibn Muhammad Salim;
…………………………………………………………………………………………………………….[1]
"Mengubah kemungkaran dapat dilakukan dengan dua cara, bisa dengan menghentikan, dan bisa pula dengan menggantinya dengan sesuatu yang makruf."
Makna kedua inilah yang akan dibahas terinci dalam tulisan ini karena sering disalahpahmi oleh sementara orang. Istilah yang digunakan merujuk pada Hadits yang disebut pada awal tulisan ini adalah "taghyirul munkar" dengan dua makna: menghentikan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang lain yang makruf. Sebagian ulama memahami bahwa pada taghyirul munkar itu sejatinya juga terkandung makna mencegah potensi terjadinya kemungkaran, yaitu mengubah sesuatu yang berpotensi menjadi tidak berpotensi pada kemungkaran, sehingga pemahaman ini tak membedakan antara taghyirul munkar dengan istilah nahi munkar, keduanya sama. Yang mana pun dipilih, substansinya adalah bagaimana mencegah terjadinya kemungkaran itu dan bila terjadi bagaimana menghentikannya sehingga tidak berlanjut atau semakin berkembang, dengan berbagai cara dan kemampuan yang dimiliki.
Ketentuan yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan melakukan nahi munkar (taghyirul munkar) adalah:[2]
1.      Didasari oleh iman yang sungguh-sungguh dalam rangka memperoleh ridha Allah, bukan karena tujuan lain semisal interes pribadi, faktor etnis, kelompok, dan sebagainya.
2.      Sesuai dengan petunjuk al-Qur'an dan as-Sunnah, karena setiap amal saleh harus berlandaskan pada niat yang ikhlas dan sesuai dengan petunjuk kedua sumber itu.
3.      Menggunakan cara yang bertingkat-tingkat sesuai dengan intensitas kemungkaran itu dengan tetap mendahulukan hikmah, kasih sayang dan lemah lembut. Banyak sekali contoh yang ditunjukkan Rasulullah saw. dalam hal ini, misalnya bagaimana perlakuan beliau terhadap seseorang yang kencing di sudut masjid karena ketidaktahuannya. Di sisi lain, beliau juga tegas dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu, seperti ucapan dan tindakannya dalam penegakan hukum pada kasus pencurian, beliau berdiri dan berkhotbah, penggalannya sebagai berikut:
"Adapun sesudahnya, sungguh telah hancur umat manusia sebelum kamu karena mereka (tidak menegakkan hukum dengan adil), apabila yang mencuri para pembesarnya maka hukum diabaikan, tetapi apabila yang melakukannya orang kecil dan lemah hukum dijalankan. Demi Allah yang jiwa Muhammad ditangan-Nya, andaikata Fatimah anaknya Muhammdd yang mencuri pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Persoalan yang sering muncul adalah ketika pemaknaan nahi munkar (taghyirul munkar) dimaknai atau diidentikkan dengan pedang, pentungan, senjata api, dan semacamnya. Padahal, seperti dikatakan oleh Dr. Mahmud Taufiq, mengubah atau mencegah kemungkaran bukanlah dengan demonstrasi unjuk kekuatan dengan membawa pedang, pentungan, dan senjata lainnya, tetapi dapat dilakukan dengan berbagai cara lain dan bentuk-bentuk yang elegan.[3]  Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan tingkatan atau cara melakukan aktivitas nahi munkar (taghyirul munkar) dengan tangan (kekuasaan), ucapan (nasihat), dan dengan hati.
Pencegahan dengan tangan yang menjadi wilayah orang yang memiliki kekuasaan seperti pemerintah kepada rakyatnya, atasan kepada bawahannya, guru kepada muridnya, orang tua kepada anaknya, dan seterusnya dapat dilakukan dengan pendekatan yang berbeda:

a.      ayah kepada anaknya atau suami kepada istrinya cukup langsung dilakukan pencegahan saat ia mengetahui kemungkaran itu terjadi dan membuanj atau menjauhkan instrumen yang dijadikan alat perbuatan mungkar jika ada.
b.      Wilayah publik, yaitu wilayah yang melibatkan orang banyak yang mungkin berlatar belakang berbeda-beda maka pendekatannya pun hams berbeda bergantung pada banyak hal, misalnya kewajiban pencegahan ada pada yang memiliki otoritas secara beijenjang, intensitas dampak bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat, tingkat pengetahuan kedua pihak (yang berbuat mungkar dan yang mencegahnya), termasuk efek yang mungkin timbul akibat dari pencegahan itu.
Aktivitas nahi munkar (taghyirul munkar) dengan lisan atau ucapan (ada yang memasukkan, tulisan) merupakan tingkat kedua di bawah pencegahan dengan kekuasaan. Ada banyak cara yang dapat dilakukan dalam kategori pencegahan dengan lisan, antara lain:[4]
1.      Menyampaikan, mengusulkan, mendesak kepada pihak berwenang (orang yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam wilayah tertentu) untuk menghentikan atau mengubah kemungkaran dengan tangan (kekuasaan) yang dimilikinya.
2.      Mengingatkan akan akibat buruk yang ditimbulkan oleh kemungkaran itu dengan misalnya membacakan ayat-ayat tentang azab Allah.
3.      Menyebarkan sebab-sebab potensial yang dapat menimbulkan kemungkaran, termasuk akibatnya dalam kehidupan masyarakat, dan cara-cara memelihara diri dari hal itu, baik dalam bentuk verbal maupun tulisan (grafiti).
4.      Menceritakan sejarah timbuinya Kerusakan yang terjadi di bumi akibat orang-orang yang berbuat kemungkaran dengan harapan tidak diulangi peristiwa itu.
5.      Mendoakan pelaku munkar agar mendapatkan hidayah, kembali ke jalan yang benar, agar masyarakat terselamatkan.
Sementara itu, melakukan aktivitas nahi munkar (taghyirul munkar) dengan hati (qalbu) lebih bermakna sebagai ketidaksukaan terhadap perbuatan munkar, bukan pencegahan dalam arti sebenarnya, karena tak ada tindakan atau ucapan yang menjadi indikator pencegahan. Akan tetapi, hal ini penting untuk memberi koridor bagi orang yang tak mampu melakukan pencegahan munkar dengan tangan dan lisannya. Dengan demikian, tidak ada seorang Muslim pun yang tidak mampu melakukan pencegahan kemungkaran, walaupun hanya dengan hati, karena ketidakmampuannya dengan cara lain. Bagaimana caranya? Paling minim adalah adanya terbetik dalam hati (kata hati) bahwa perbuatan munkar yang dilihatnya adalah perbuatan buruk, perbuatan yang tak pantas dilakukan oleh orang beriman. Lebih baik jika dia menunjukkan ketidaksenangan dalam hatinya lalu diekspresikan pada raut muka terhadap perbuatan munkar yang disaksikannya termasuk pada pelakunya. Walldhu Alain [darwis hude].