Kedua penulis menyajikan beberapa
tingkatan yang harus diperhatikan dalam melakukan amar makruf nahi mungkar,
baik yang bersifat wajib maupun sunnah. Tingkatan tersebut sebagai berikut:
- Memberi tahu atau mengajari.
Harus dipastikan dahulu bahwa pelaku kemungkaran yang menjadi objek penegakan
amar makruf nahi mungkar
adalah orang yang tidak mengetahui hukum sebenarnya dari kemungkaran
tersebut. Kalaupun tahu bahwa kelakuannya merupakan kemungkaran maka ia
segera meninggalkan kelakuan tersebut. Pegiat amar makruf nahi mungkar
harus menjelaskan hukum kemungkaran tersebut kepada pelakunya secara
lembut, penuh kasih sayang, dan sabar.
- Nahi mungkar harus dilakukan
secara bijak, penuh nasihat, dan jika harus ditakut-takuti maka arahkan
agar takut kepada Allah.
- Dengan menggunakan kata-kata
yang lebih keras agar mau meninggalkan kemungkaran. Kata-kata yang lebih
keras mungkin diperlukan, tetapi tetap harus dalam koridor kebenaran dan
kejujuran serta tidak boleh menggunakan kebohongan. Penggunaan kata-kata
kotor atau keji tidak diperkenankan. Demikian pula melayangkan tuduhan,
seperti tuduhan zina tanpa saksi yang cukup, juga tidak diperbolehkan.
- Ketika tiga cara itu masih
belum mempan, maka baru diperkenankan menggunakan tangan (kekuatan) untuk
menanggulangi kemungkaran. Namun, para ulama juga tidak gegabah, terbukti
dengan adanya tiga tingkatan dalam penggunaan tangan dalam nahi mungkar
ini, yaitu sebagai berikut.
a.
Berlaku keras terhadap
barang-barang tertentu, tidak langsung mengenai pelaku kemungkaran. Misalnya
membanting gelas yang berisi khamar atau barang-barang pecah belah lainnya.
b.
Mengancam akan memukul.
c.
Jika kedua cara kekerasan
sebelumnya masih tidak manjur, maka diperbolehkan memukul
langsung pelaku kemungkaran.
Kedua penulis juga mewanti-wanti
bahwa pegiat amar makruf nahi mungkar harus memosisikan diri sebagai seorang
penolong. Sebagai penolong, seseorang tidak boleh
semena-mena menyakiti pelaku kemungkaran, apalagi sampai menjatuhkan hukuman
sesuai hudud karena kewenangan vonis dan pelaksanaan hudud hanya dimiliki oleh hakim(pemerintah).
- Mengangkat senjata dalam
memerangi kemungkaran. Cara terakhir ini tidak diperbolehkan oleh jumhur
ulama karena merupakan domain pemerintah atau lembaga
yang mendapatkan wewenang dari negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar